Mengenal Lebih Dekat Bahasa Isyarat untuk Tunanarungu

Ilustrasi Tangan Berisyarat Komunikasi Visual

Bahasa isyarat adalah modalitas komunikasi visual-spasial yang digunakan terutama oleh komunitas Tunanarungu dan mereka yang berinteraksi dengan mereka. Ini bukanlah sekadar gerakan tangan yang diiringi pembacaan bibir, melainkan sebuah sistem bahasa yang lengkap, kompleks, dan terstruktur, dengan tata bahasa, sintaksis, dan leksikonnya sendiri. Memahami pentingnya bahasa isyarat untuk tunarungu adalah langkah awal menuju inklusivitas sejati.

Mengapa Bahasa Isyarat Penting?

Bagi individu Tunanarungu, terutama mereka yang lahir dari orang tua yang juga Tunanarungu (D/deaf), bahasa isyarat adalah bahasa ibu alami mereka. Bahasa ini memberikan akses penuh dan mendalam terhadap perkembangan kognitif, emosional, dan sosial. Keterbatasan pendengaran seringkali menghadirkan tantangan signifikan dalam memperoleh bahasa lisan (verbal) secara alami, terutama dalam hal fonologi dan pemrosesan bunyi.

Bahasa isyarat, seperti Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) atau American Sign Language (ASL), menawarkan jalur komunikasi yang cepat dan kaya. Melalui isyarat, mereka dapat mengekspresikan ide-ide abstrak, membahas topik teknis, berbagi humor, dan membangun hubungan sosial yang setara dengan komunitas pendengar. Tanpa akses ke bahasa isyarat, Tunanarungu berisiko mengalami isolasi komunikasi dan hambatan serius dalam pendidikan formal.

Struktur dan Komponen Bahasa Isyarat

Meskipun terlihat seperti gerakan acak, bahasa isyarat sangat terorganisir. Lima parameter utama menentukan setiap isyarat, yang dikenal sebagai parameter fonologis:

  1. Konfigurasi Tangan (Handshape): Bentuk spesifik yang diambil oleh tangan (misalnya, tangan mengepal, jari terbuka, atau bentuk huruf dalam alfabet jari).
  2. Gerakan (Movement): Arah dan cara tangan bergerak (misalnya, naik, turun, melingkar, atau statis).
  3. Lokasi (Location/Place of Articulation): Area pada tubuh atau ruang netral di depan tubuh tempat isyarat dibuat (misalnya, dahi, dada, atau di udara).
  4. Orientasi Telapak Tangan (Palm Orientation): Arah hadap telapak tangan (menghadap ke atas, ke samping, atau ke tubuh).
  5. Ekspresi Non-Manual (Non-Manual Markers - NMMs): Ini adalah komponen krusial yang sering diabaikan. NMMs mencakup ekspresi wajah, gerakan kepala, posisi bahu, dan gerakan bibir yang berfungsi sebagai tata bahasa (misalnya, alis terangkat untuk pertanyaan Ya/Tidak, atau mengerutkan dahi untuk pertanyaan 'Wh-').

Perubahan kecil pada salah satu parameter ini dapat mengubah makna isyarat sepenuhnya. Misalnya, isyarat yang sama dilakukan di lokasi berbeda dapat berarti "makan" atau "minum". Inilah mengapa mempelajari bahasa isyarat memerlukan perhatian detail terhadap semua komponen ini.

Perbedaan Antar Bahasa Isyarat

Seringkali muncul anggapan keliru bahwa bahasa isyarat bersifat universal. Padahal, sama seperti bahasa lisan, bahasa isyarat berbeda di setiap negara atau wilayah. Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) sangat berbeda dari British Sign Language (BSL) atau Japanese Sign Language (JSL). Masing-masing memiliki evolusi sejarah dan korpus kosa kata yang unik.

Di Indonesia sendiri, ada keragaman lokal, meskipun BISINDO menjadi bahasa acuan yang diupayakan untuk digunakan secara nasional. Upaya standardisasi ini sangat penting untuk memfasilitasi komunikasi lintas daerah bagi komunitas Tunanarungu di Nusantara.

Mendorong Aksesibilitas dan Pembelajaran

Mempelajari bahasa isyarat adalah wujud nyata dari dukungan terhadap keberagaman dan inklusi. Bagi masyarakat pendengar, belajar beberapa frasa dasar dapat membuka pintu komunikasi yang sebelumnya tertutup. Kursus-kursus bahasa isyarat kini semakin mudah diakses, baik secara daring maupun luring, seringkali diselenggarakan oleh komunitas Tunanarungu itu sendiri untuk memastikan akurasi budaya dan linguistik.

Pemerintah dan lembaga pendidikan juga didorong untuk mengintegrasikan bahasa isyarat dalam kurikulum sekolah, baik sebagai bahasa pilihan bagi siswa pendengar maupun sebagai bahasa pengantar bagi siswa Tunanarungu. Dengan meningkatkan jumlah juru bahasa isyarat profesional, kita dapat memastikan bahwa hak dasar Tunanarungu untuk mendapatkan layanan kesehatan, hukum, dan pendidikan terpenuhi tanpa hambatan komunikasi.

Pada akhirnya, bahasa isyarat bukan hanya alat bantu; ia adalah identitas, budaya, dan hak asasi bagi jutaan orang di seluruh dunia. Mengenali dan menghargai bahasa isyarat berarti menghargai keberadaan dan potensi penuh komunitas Tunanarungu dalam masyarakat yang majemuk.