Konsep memanfaatkan air (H₂O) sebagai sumber energi utama telah lama memikat imajinasi publik. Gagasan ini seringkali dikaitkan dengan solusi energi bersih tanpa emisi karbon, sebuah impian yang tampak sangat menarik di tengah krisis iklim global saat ini. Istilah "bahan bakar dari air" biasanya merujuk pada proses pemisahan molekul air menjadi hidrogen dan oksigen melalui proses yang disebut elektrolisis, di mana hidrogen kemudian dibakar sebagai bahan bakar.
Meskipun secara teori ini terdengar seperti solusi sempurna—karena hasil pembakarannya hanyalah air kembali—pertanyaan besar yang selalu muncul adalah: Apakah ini layak secara energi dan ekonomis? Banyak penemuan yang diklaim sebagai terobosan "air sebagai bensin" muncul dan seringkali lenyap, meninggalkan keraguan besar di kalangan ilmuwan dan masyarakat umum.
Visualisasi sederhana proses elektrolisis air.
Inti dari keraguan ilmiah terhadap konsep bahan bakar dari air terletak pada Hukum Pertama Termodinamika (Konservasi Energi). Energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, hanya dapat diubah bentuknya. Untuk memisahkan molekul air menjadi hidrogen (H₂) dan oksigen (O₂), diperlukan energi input yang signifikan.
Proses elektrolisis membutuhkan listrik untuk memecah ikatan kimia yang kuat dalam air. Energi listrik yang dibutuhkan untuk memisahkan 1 kg air menjadi gas hidrogen dan oksigen jauh lebih besar daripada energi yang dilepaskan ketika gas hidrogen tersebut dibakar kembali menjadi air.
Jika seseorang mengklaim dapat menghasilkan bahan bakar dari air tanpa input energi eksternal yang substansial (atau input energi yang lebih kecil daripada output yang dihasilkan), klaim tersebut secara langsung melanggar hukum konservasi energi. Inilah yang membuat penemuan semacam itu sering dicap sebagai "perpetual motion machine" atau mesin gerak abadi, yang tidak mungkin ada dalam fisika konvensional.
Di sinilah letak perbedaan krusial. Hidrogen (H₂) bukanlah sumber energi primer, melainkan pembawa energi (energy carrier). Ia harus diproduksi terlebih dahulu menggunakan sumber energi lain, seperti gas alam (hidrogen abu-abu), energi nuklir (hidrogen merah muda), atau energi terbarukan (hidrogen hijau).
Bahan bakar dari air yang memanfaatkan elektrolisis hanya akan menjadi solusi berkelanjutan jika listrik yang digunakan untuk elektrolisis tersebut berasal dari sumber energi bersih dan terbarukan, seperti tenaga surya atau angin (menghasilkan Hidrogen Hijau). Namun, dalam siklus ini, air hanyalah medium. Energi sebenarnya berasal dari matahari atau sumber terbarukan lainnya, bukan dari air itu sendiri.
Efisiensi proses elektrolisis dan kompresi hidrogen juga menimbulkan kerugian energi. Artinya, sistem yang menggunakan listrik dari panel surya untuk membuat hidrogen dari air, lalu membakar hidrogen tersebut di mesin, akan selalu menghasilkan energi lebih sedikit dibandingkan jika listrik dari panel surya tersebut langsung digunakan untuk menggerakkan kendaraan listrik.
Sepanjang sejarah, telah ada banyak klaim mengenai perangkat yang dapat membuat mobil berjalan hanya dengan menyuntikkan air. Beberapa perangkat tersebut mungkin menambahkan sedikit air ke dalam sistem pembakaran konvensional (misalnya, injeksi air pada mesin performa tinggi untuk mendinginkan suhu dan mencegah detonasi), tetapi ini bukan berarti air menjadi bahan bakar utama.
Perangkat yang benar-benar mengklaim menggunakan air murni sebagai bahan bakar utama hampir selalu gagal dalam pengujian ilmiah yang ketat atau ditemukan menggunakan sumber energi tersembunyi (seperti baterai tersembunyi atau koneksi ke jaringan listrik) untuk menjalankan proses pemisahan HHO (campuran hidrogen dan oksigen).
Meskipun air adalah molekul yang sangat kaya akan hidrogen, menjadikannya kandidat sempurna untuk bahan bakar masa depan, air itu sendiri bukanlah sumber energi primer yang dapat kita ekstrak secara gratis. Untuk mendapatkan energi dari air melalui pemisahan molekul, kita harus mengeluarkan energi yang setara atau lebih besar daripada yang kita peroleh.
Fokus penelitian saat ini seharusnya bukan pada cara "menipu" hukum fisika untuk mendapatkan energi gratis dari air, melainkan pada cara memproduksi Hidrogen Hijau secara efisien dan murah menggunakan energi terbarukan. Dengan demikian, air akan tetap memainkan peran penting, tetapi sebagai pembawa energi yang bersih, bukan sebagai sumber energi ajaib.