Bank Perekonomian Rakyat (BPR) memegang peranan vital dalam sistem keuangan Indonesia, khususnya dalam melayani masyarakat di tingkat lokal dan UMKM. Mengingat karakteristik risiko yang melekat pada operasional perbankan—terutama pada skala yang lebih kecil—fungsi audit internal BPR menjadi pilar utama dalam memastikan tata kelola yang sehat, kepatuhan terhadap regulasi, serta perlindungan aset nasabah. Audit internal bukan sekadar fungsi kepatuhan, melainkan mitra strategis manajemen dalam mitigasi risiko.
Representasi visual fungsi pengawasan dan integritas dalam BPR.
Berdasarkan kerangka kerja tata kelola perusahaan yang baik (GCG) dan regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), audit internal pada BPR memiliki beberapa mandat utama. Fungsi ini harus bersifat independen dan objektif untuk memberikan jaminan dan konsultasi demi meningkatkan efektivitas manajemen risiko, kontrol, dan proses tata kelola.
Ini adalah inti dari kegiatan audit. Auditor internal BPR bertugas mengevaluasi apakah sistem pengendalian internal yang dirancang dan diterapkan oleh manajemen operasional (lini pertama) dan unit kepatuhan (lini kedua) sudah memadai. Hal ini mencakup pengujian terhadap otorisasi transaksi, pemisahan tugas (segregation of duties), dan keamanan aset fisik maupun digital.
BPR tunduk pada serangkaian regulasi ketat, mulai dari UU Nomor 10 Tahun 1998, POJK tentang Kesehatan BPR, hingga peraturan tentang Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU/PPT). Audit internal memastikan bahwa setiap lini bisnis beroperasi sesuai dengan koridor hukum dan peraturan yang berlaku, meminimalkan risiko denda atau sanksi administratif.
Karena BPR sangat mengandalkan portofolio kredit UMKM, audit internal sangat fokus pada kualitas aset produktif. Auditor menilai kecukupan kebijakan underwriting, proses penagihan, dan kecukupan pencadangan kerugian penurunan nilai (CKPN). Selain itu, risiko operasional seperti penipuan internal (fraud) dan kegagalan sistem teknologi informasi juga menjadi area pengawasan krusial.
Meskipun peranannya penting, implementasi audit internal yang efektif di BPR seringkali menghadapi tantangan spesifik, terutama yang berkaitan dengan keterbatasan sumber daya dan skala organisasi.
Untuk mengatasi tantangan tersebut dan memaksimalkan nilai tambah audit internal, BPR perlu mengadopsi pendekatan yang lebih adaptif dan berfokus pada risiko (risk-based audit).
Daripada mengaudit setiap proses secara merata, auditor harus memprioritaskan area yang memiliki probabilitas kerugian tertinggi, seperti manajemen likuiditas, kepatuhan Loan to Deposit Ratio (LDR), dan integritas data nasabah.
Penggunaan Computer Assisted Audit Techniques (CAATs) seperti analisis data berkelanjutan (Continuous Auditing) dapat meningkatkan cakupan pengujian tanpa menambah beban sumber daya manusia secara drastis. Ini memungkinkan deteksi anomali transaksi secara real-time.
Audit internal tidak boleh hanya berperan sebagai "polisi." Fungsi ini harus proaktif memberikan saran konstruktif kepada manajemen sebelum risiko menjadi kerugian aktual. Laporan audit yang baik adalah laporan yang menyajikan solusi nyata, bukan sekadar daftar temuan. Kolaborasi antara Unit Audit Internal dengan manajemen risiko dan kepatuhan harus terjalin erat.
Secara keseluruhan, audit internal yang kuat adalah cerminan komitmen BPR terhadap keberlanjutan bisnis dan kepercayaan publik. Dengan adaptasi terhadap perkembangan teknologi dan fokus yang tajam pada area berisiko, fungsi ini akan terus menjadi benteng pertahanan vital bagi stabilitas keuangan BPR di tengah dinamika ekonomi lokal.