Dalam kompetisi sepak bola besar yang diorganisir oleh Federasi Internasional Sepak Bola (FIFA), termasuk turnamen bergengsi seperti Piala Dunia, sangat umum terjadi di fase grup di mana dua tim atau lebih memiliki jumlah poin yang identik setelah semua pertandingan selesai dimainkan. Ketika hal ini terjadi, penentuan peringkat bukanlah didasarkan pada urutan penampilan, melainkan harus mengikuti serangkaian kriteria ketat yang dikenal sebagai aturan tie-breaker atau penentuan peringkat jika poin sama. Aturan ini dirancang untuk memastikan keadilan dan objektivitas dalam menentukan tim mana yang berhak maju ke babak selanjutnya.
Memahami aturan FIFA jika poin sama adalah kunci untuk menganalisis secara akurat hasil akhir sebuah grup. FIFA telah menetapkan hierarki kriteria yang harus dipatuhi secara berurutan. Jika kriteria pertama gagal memisahkan tim, maka kriteria berikutnya yang akan digunakan, dan seterusnya, hingga hanya satu tim yang tersisa atau hingga semua tim yang memiliki poin sama telah terpisah peringkatnya.
Prosedur standar yang diterapkan oleh FIFA untuk memisahkan tim dengan total poin yang sama di fase grup adalah sebagai berikut:
Kriteria pertama dan paling sering menjadi penentu adalah selisih gol dalam semua pertandingan grup. Ini dihitung dengan mengurangkan jumlah gol yang dicetak lawan (kebobolan) dari jumlah gol yang dicetak sendiri (membuat gol). Tim dengan selisih gol yang lebih tinggi menempati peringkat di atas.
Apabila selisih gol masih sama, kriteria kedua yang akan digunakan adalah jumlah total gol yang dicetak oleh masing-masing tim sepanjang fase grup. Semakin banyak gol yang dicetak, semakin tinggi peringkatnya. Kriteria ini memberikan apresiasi kepada tim yang lebih ofensif.
Jika dua tim masih memiliki poin, selisih gol, dan jumlah gol yang sama (fenomena yang jarang terjadi, tetapi mungkin), maka fokus akan beralih ke hasil pertandingan yang hanya melibatkan kedua tim tersebut. Yang diperhitungkan adalah:
Jika masih ada tiga tim atau lebih yang terikat poin dan kriteria di atas gagal memisahkan mereka, maka semua hasil pertandingan di antara tim-tim yang bersangkutan (bukan hanya satu lawan satu) akan digunakan secara kolektif.
Dalam situasi di mana ketiga kriteria di atas masih belum mampu memisahkan tim yang memiliki poin sama, FIFA telah menyiapkan kriteria lanjutan yang lebih spesifik:
Ini adalah kriteria yang relatif modern. Tim akan dinilai berdasarkan perilaku sportivitas mereka selama turnamen. Penilaian ini berdasarkan akumulasi kartu kuning dan kartu merah yang diterima:
Tim dengan akumulasi pengurangan poin Fair Play yang paling sedikit akan menempati peringkat lebih tinggi.
Ini adalah upaya terakhir dan paling jarang terjadi. Jika setelah menerapkan semua kriteria di atas (poin, selisih gol, gol dicetak, dan Fair Play), tim-tim yang bersangkutan masih memiliki kesamaan mutlak, maka keputusan akhir akan ditentukan melalui pengundian oleh komite FIFA. Pengundian ini bersifat acak dan menjadi penentu nasib tim untuk lolos atau tersingkir.
Aturan yang terstruktur ini memastikan bahwa elemen performa di lapangan—baik dalam hal hasil, daya serang, maupun perilaku—selalu menjadi dasar utama sebelum mengandalkan faktor keberuntungan seperti pengundian. Dengan demikian, tim yang paling pantas dalam konteks statistik keseluruhan di grup fase akan mendapatkan keuntungan.