Ilustrasi: Ujian adalah bagian dari keteguhan iman.
Al-Qur'anul Karim adalah sumber petunjuk utama bagi umat Islam. Di dalamnya terdapat ayat-ayat yang memberikan landasan teologis, etika, dan panduan praktis dalam menjalani kehidupan. Salah satu ayat yang sangat penting dalam konteks menguji kebenaran iman seseorang adalah Surah At-Taubah ayat ke-45. Ayat ini secara spesifik berbicara mengenai ciri-ciri orang mukmin sejati, terutama dalam menghadapi panggilan jihad atau kesulitan besar di jalan Allah.
"Sesungguhnya yang meminta izin kepadamu hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan Hari Akhir, dan hati mereka ragu-ragu, maka dalam keraguan mereka mereka berkecamuk." (QS. At-Taubah: 45)
Surah At-Taubah, sering disebut sebagai "Barā'ah" (pembebasan diri), turun pada periode setelah penaklukan Makkah, ketika posisi umat Islam sudah cukup kuat. Ayat 45 ini muncul dalam konteks pembahasan mengenai orang-orang munafik dan orang-orang yang imannya lemah ketika Allah memerintahkan persiapan untuk berjihad di medan pertempuran, khususnya saat perang Tabuk yang penuh tantangan logistik dan cuaca.
Ayat ini memberikan sebuah tes diagnostik yang tajam. Rasulullah ﷺ seringkali menerima permintaan izin untuk tidak ikut berperang, terutama dari orang-orang munafik. Ayat ini menjelaskan akar masalah dari permintaan izin tersebut: **keraguan (irtiyab) dalam hati mereka**.
Menurut ayat ini, orang yang mencari alasan untuk menghindari kewajiban suci atau perintah agama yang jelas, meskipun mengaku beriman, memiliki tiga indikator utama yang menunjukkan bahwa imannya belum kokoh:
Meskipun konteks historisnya terkait dengan jihad fisik, pelajaran dari At-Taubah ayat 45 sangat relevan hingga kini. Ujian keimanan selalu hadir, bukan hanya dalam bentuk peperangan fisik, tetapi juga dalam bentuk tantangan moral, ekonomi, dan sosial.
Keraguan sering muncul ketika tuntutan agama berbenturan dengan keuntungan materi atau kenyamanan pribadi. Ketika seseorang merasa enggan melakukan sedekah besar karena takut kehilangan hartanya, atau enggan meninggalkan praktik haram karena takut kehilangan jabatan, itu adalah manifestasi dari keraguan yang disebutkan dalam ayat ini. Mukmin sejati, yang imannya tertanam kuat pada Allah dan Hari Akhir, akan menempatkan kepatuhan di atas ketakutan duniawi.
Iman yang teguh adalah iman yang tidak goyah ketika diuji dengan kesulitan, pengorbanan, atau godaan. Ayat ini mengingatkan kita untuk terus memeriksa kedalaman keyakinan kita. Apakah kita benar-benar yakin pada janji Allah, ataukah kita lebih terikat pada keraguan dan ketidakpastian dunia yang fana ini?
Untuk menghindari sifat "berkecamuk" dalam keraguan, seorang mukmin harus secara aktif menumbuhkan tiga pilar keimanan yang disebutkan: memperkuat tauhid (keyakinan penuh pada Allah), meningkatkan kesadaran akan hari kiamat, dan secara konsisten mempraktikkan ketaatan kecil hingga besar. Ketaatan yang konsisten menumpulkan bisikan keraguan dan memperkuat keyakinan bahwa setiap pengorbanan di jalan Allah akan diganti dengan balasan yang jauh lebih besar di sisi-Nya. Ayat 45 menjadi pengingat bahwa kualitas iman seseorang diukur paling jelas saat ia berada di bawah tekanan atau ketika ia harus memilih antara kenyamanan sesaat dan ketenangan abadi.