Surah At-Taubah (surah ke-9) merupakan salah satu surah Madaniyah yang kaya akan pelajaran sejarah, hukum, dan etika sosial dalam Islam. Di antara ayat-ayat yang sarat makna terdapat ayat 38 dan 39, yang secara spesifik membahas tentang sikap kaum mukminin dalam menghadapi panggilan jihad (perjuangan) ketika ada keraguan atau kecenderungan pada kenyamanan duniawi.
Ayat 38 dan 39 turun pada masa ketika umat Islam dipanggil untuk menghadapi pertempuran Tabuk melawan pasukan Romawi di utara Jazirah Arab. Meskipun persiapan telah dilakukan, suasana pada saat itu cenderung dingin, dan banyak sahabat yang merasakan keengganan karena godaan duniawi atau kesulitan logistik. Allah SWT mengingatkan mereka melalui ayat ini mengenai prioritas antara ketaatan pada-Nya dan kenyamanan pribadi.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الْأَرْضِ أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الْآخِرَةِ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ (38)
"Hai orang-orang yang beriman, apakah yang menghalangimu ketika dikatakan kepadamu: 'Berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allah', kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu lebih menyukai kehidupan duniawi daripada kehidupan akhirat? Padahal kenikmatan hidup duniawi itu tidak (seberapa) dibandingkan dengan (kenikmatan) akhirat." (QS. At-Taubah: 38)
إِلَّا تَنفِرُوا يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا أَلِيمًا وَيَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ وَلَا تَضُرُّوهُ شَيْئًا وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (39)
"Jika kamu tidak berangkat (untuk berperang di jalan Allah), niscaya Allah akan mengazab kamu dengan azab yang pedih dan Dia akan mengganti kamu dengan kaum yang lain, dan kamu sekali-kali tidak dapat memberi kemudaratan kepada-Nya sedikit pun. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. At-Taubah: 39)
Ayat 38 dimulai dengan panggilan tegas: "Hai orang-orang yang beriman...". Ini menunjukkan bahwa teguran ini ditujukan kepada mereka yang telah mengaku beriman. Inti dari teguran ini adalah fenomena "iththaqaltum ila al-ardh" (merasa berat dan cenderung diam di bumi). Ini menggambarkan kondisi psikologis di mana panggilan spiritual atau kewajiban besar, seperti jihad di jalan Allah, terasa lebih berat daripada kemudahan menetap di rumah dan menikmati kenyamanan dunia.
Allah SWT kemudian melakukan koreksi fundamental dengan menanyakan prioritas mereka: "Apakah kamu lebih menyukai kehidupan duniawi daripada kehidupan akhirat?" Ayat ini mengajarkan bahwa iman sejati diukur dari kesediaan seseorang untuk mengorbankan kesenangan sesaat (dunia) demi kebahagiaan abadi (akhirat). Meskipun kenikmatan dunia itu ada, perbandingannya disebutkan sangat kecil dibandingkan dengan yang disediakan Allah di akhirat.
Ayat 39 memberikan konsekuensi langsung jika panggilan tersebut diabaikan. Konsekuensinya ada dua aspek: azab pedih di akhirat atau di dunia, dan penggantian umat.
Pertama, azab tersebut adalah bentuk kasih sayang Allah yang mengingatkan hamba-Nya dari kesalahan fatal. Kedua, ancaman penggantian umat menunjukkan bahwa misi dakwah dan pembelaan agama tidak akan pernah berhenti hanya karena segelintir orang berpaling. Allah akan selalu menemukan kaum lain yang lebih siap memikul amanah tersebut.
Poin krusial lainnya adalah penegasan kekuasaan Allah: "...dan kamu sekali-kali tidak dapat memberi kemudaratan kepada-Nya sedikit pun." Ini adalah penekanan bahwa ketaatan atau pembangkangan manusia tidak mempengaruhi kemuliaan dan kekuasaan Allah SWT. Sebaliknya, kerugian hanya akan menimpa diri mereka sendiri. Ayat ini menutup dengan pengingat sifat uluhiyyah Allah, bahwa Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Meskipun ayat ini secara historis terkait dengan perang fisik (Tabuk), pelajaran yang terkandung di dalamnya bersifat universal dan abadi. "Berangkat di jalan Allah" hari ini bisa dimaknai sebagai perjuangan melawan hawa nafsu, menuntut ilmu yang bermanfaat, berinfak, atau menegakkan keadilan sosial.
Banyak godaan modern yang membuat seorang mukmin "merasa berat" untuk melakukan ketaatan—kesibukan dunia, hiburan tanpa batas, atau ketakutan kehilangan status sosial. Ayat At-Taubah 38-39 menjadi pengingat keras bahwa kenyamanan sesaat tidak boleh menenggelamkan orientasi utama kita sebagai hamba Allah: mencari keridhaan-Nya untuk kehidupan yang kekal. Jika kita enggan berkorban untuk kebenaran, Allah akan memudahkan jalan bagi mereka yang lebih mengutamakan bekal akhirat.