Islam menawarkan sebuah jalan hidup yang komprehensif, tidak hanya mengatur hubungan vertikal antara manusia dengan Sang Pencipta (Allah SWT), tetapi juga mengatur hubungan horizontal antar sesama manusia dan alam semesta. Tujuan akhir dari pedoman hidup ini adalah mencapai ketenangan jiwa (sakinah) dan kebahagiaan hakiki yang abadi. Di tengah hiruk pikuk dunia modern, kembali pada prinsip dasar ajaran Islam menjadi kunci utama untuk meredam kegelisahan.
Pondasi segala ketenangan dalam Islam adalah Tauhid—keyakinan penuh bahwa hanya Allah SWT yang berhak disembah dan segala urusan bergantung pada-Nya. Ketika hati telah mantap bahwa Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengatur, maka beban kekhawatiran duniawi otomatis akan berkurang. Hidup menjadi tenang karena kita menyerahkan hasil akhir dari setiap usaha kepada Yang Terbaik dalam merencanakan.
Kesadaran ini melahirkan rasa aman, karena seorang Muslim tahu bahwa tidak ada musibah yang menimpa kecuali telah ditetapkan oleh-Nya, dan di balik setiap kesulitan pasti ada hikmah dan kemudahan. Allah SWT berfirman, "Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra’d: 28).
Dua sifat terpuji ini merupakan kompas moral yang menjaga keseimbangan emosional seorang Mukmin. Kebahagiaan sejati tidak datang dari banyaknya harta atau kemewahan, melainkan dari cara kita memandang apa yang sudah kita miliki.
Setelah berusaha semaksimal mungkin (ikhtiar), langkah selanjutnya adalah Tawakal. Tawakal adalah mempercayakan sepenuhnya urusan kepada Allah setelah usaha telah dikerahkan. Ini adalah bentuk kepasrahan yang aktif. Seorang petani tidak hanya berdoa agar panen, tetapi juga harus rajin menanam dan merawat tanamannya. Ketenangan muncul ketika kita menyadari bahwa otoritas tertinggi atas hasil panen berada di tangan Tuhan.
Disertai dengan Tawakal adalah kekuatan Doa. Doa adalah saluran komunikasi langsung, ungkapan kerentanan kita, sekaligus permintaan pertolongan. Menggantungkan masalah pada kekuatan yang lebih besar dari diri sendiri secara otomatis mereduksi tekanan mental yang kita rasakan.
Ibadah dalam Islam bukan sekadar ritual formal, melainkan aktivitas rutin yang dirancang untuk menjaga jiwa tetap terhubung dengan sumber kebahagiaan. Shalat, misalnya, berfungsi sebagai 'istirahat' spiritual. Ketika kita bersujud, kita menempatkan dahi—bagian tertinggi dari tubuh—di tanah, sebuah simbol kerendahan hati dan penyerahan total.
Selain itu, memperbanyak tilawah Al-Qur'an dan berdzikir (mengingat Allah) berfungsi sebagai pembersih hati dari kekeruhan duniawi. Al-Qur'an adalah pedoman yang, bila dibaca dengan pemahaman, mampu menenangkan pikiran yang kacau dan memberikan arah hidup yang jelas.
Kebahagiaan jarang ditemukan dalam isolasi. Islam sangat menekankan pentingnya membangun dan menjaga hubungan baik dengan sesama. Memberi sedekah, menolong orang lain, dan menjaga tali silaturahmi terbukti secara psikologis meningkatkan rasa berharga dan koneksi sosial. Ketika kita fokus memberi manfaat daripada menuntut keuntungan, hati kita akan merasakan kepuasan yang lebih mendalam daripada sekadar kesenangan sesaat.
Dengan mengamalkan prinsip-prinsip ini—menguatkan Tauhid, mempraktikkan syukur dan sabar, berserah diri melalui tawakal dan doa, serta menjaga hubungan baik—seorang Muslim dapat mengarungi hidup dengan ketenangan batin yang sulit digoyahkan oleh goncangan duniawi. Ketenangan dan kebahagiaan sejati dalam Islam adalah hasil dari keselarasan antara iman, perkataan, dan perbuatan.